ANTI
KONVULSAN
1.
Defenisi
Anti
konvulsan adalah kelompok obat yang secara khas mengakibatkan berbagai gejala
neuropsikiatrik apabila dosisnya melebihi kisaran teraupetik yang lazim.
Meskipun demikian, beberapa obat anti konvulsan dapat mengakibatkan masalah
pada sebagian kecil pasien bahkan pada dosis yang normal.
Anti
konvulsan merupakan salah satu jenis obat yang digunakan unuk mengembalikan
rangsangan sel saraf unuk bekerja normal dan mencegah terjadinya kejang. Selain
itu, anti konvulsan dapat digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri yang di
akibatkan oleh gangguan saraf ( neuropati ) atau mengobati gangguan bipolar.
2.
Mekanisme
kerja obat anti konvulsan sebagai analgetik
Obat anti konvulsan atau anti epilepsi dianggap
sebagai alternatif bagi obat anti zesi yang bekerja lebih cepat. Layaknya obat
anti depresi, obat ini mampu samping yang lebih ringan.meringankan nyeri saraf
secara efektif dengan menghentikan sinyal saraf bersama efek.
Menurut Aryasa dan Khrisna (2016) bahwa berdsarkan
target kerjanya, obat anti konvulsan digunakan sebagai analgesik memiliki
mekanisme sebagai berikut :
a. Blokade
kanal sodium
Voltage-gated sodium chanels
bertanggung jawab dalam depolarisasi dari membran sel saraf dan konduksi aksi
potensial di permukaaan sel – sel saraf.hal tersebutcmelalui membran neuronal,
dendrit, soma, akson, dan terminal saraf. Kanal sodium termasuk dari famili
voltage- get channel yang menyusun subunit protein multipel dan membentuk ion
selektif pada membran. Penutupan kanal natirum oleh obat anti konvulsan dapat
mengatasi nyeri saraf atau neuropati. Obat yang masuk dalam kelompok ini adalah
fenitoin, karbamazepin, lamotigrin, oxcarbazepin, zonisamide, rufinamide,
lacosamide. Obat yang sering digunakan adalah karbamazepin, lamotigrin dan
fenitoin.Karbamazepin adalah anti konvulsan yang pertama kali di teliti berguna
untuk penurunan kondukansi kanal natrium.
Gambar.
Inaktivasi Kanal Sodium
b.
Modulassi kanal kalsium di ligan
alfa-2-delta (α2δ-1)
Kanal
kalsium berkontribusi pada eksitabilitas dari saraf, berespon untuk mengontrol
neurptransmitter mengurangi terminal saraf presinaptik dan memiliki peran dalam
fungsi neuro termasuk transmisi nyeri pada tingkat korda spinalis. Obat anti
konvulsan yang termasuk dalam kelompok ini adalah gabapentin dan pregabalin.
gabapentin dan pregabalin menghambat kalsium dengan mengaktifkan kanal high
voltage yang mengandung subunit α2δ-1, menurunkan pelepasan neurotransmitter
dan melemahkan eksitabilitas postsinaptik.
c. Antikonvulsan
dengan target molekul selektif
-
Mekanisme target GABA
aktivasi
inotropik reseptor GABAA menghasilkan respon untuk meningkatkan
sinaptik adalah mkekanisme utama dari obat antikonvulsan atau anti epileptik.
Barbiturat ( misalnya fenobarbital, primidone) dan benzodiazepin ( misalnya
diazepam, clobazam, clonazepam) menyebabkan efek ini. Reseptor GABA mengikat ke
situs berbeda pada kompleks reseptor dan menimbulkan pengaruh yang berbeda –
beda pada pembukaan pori ion klorida pada presinap dan pasca sinap dan berperan
dalam transmisi nyeri.
-
Mekanisme reseptor glutanat
Perampanel
adalah satu satunya obat anti epilepsi yang saat ini memiliki efek selektif
pada reseptor glutamat. Obat ini adalah antagonis reseptor
α-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid ( AMPA) non- Kompetitif,
yang mengikat ke situs di domain ekstraselualr dari saluran protein yang berbeda
dari pengenalan glutamat. Pengikatan perampanel menginduksi perubahan
konformasi dalam subunit reseptor AMPA.
-
Agen pengikat synaptic vesicle 2A (SV2A)
Levetiracetam
digunalan untuk pengobatan epilepsi tanpa indikasi yang jelas tentang bagaimana
ia bekerja pada tingkat sel, identifikasi situs mengikat kusus untuk obat dalam
otak mamalia dan kemudian klasifikasi sebagai sinaptik protein vesikel 2A
(SV2A) telah menghasilkan klaim bahwa levetiracetain merupakan obat yang
pertama di kelas baru agen antiepilepsi. Yang termasuk kelompok ini adalah
levetirasetain, brivarasetain, seletrasetam.
-
Pembuka kanal kalium Kv7
Retigabin merupakan obat yang termasuk dalam
kelompok ini. Obat ini mengerahkan efek antiepilepsi dengan aktivasi kelas Kv7
saluran kalium. Saluran ini mendasari di daerah otak rawan kejang, seperti
cerebral cortex dan hippocampus. Mekanisme retigabin dan biologi kanal Kv7
menunjukkan target mekanisme ini dapat memberikan keberhasilan dalam mengurangi
nyeri.
3.
Penyakit
Konvulsan ( epilepsi/ Kejang )
EPILEPSI
a.
Defenisi
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologi
tertua yang ditemukan pada semua umur yang dapat menyebabkan kecacatan serta
kematian. Diperkirakan terdapat 50 juta orang di seluruh dunia yang menderita
epilepsi (WHO, 2012).
Epilepsi menurut World Heart Organization merupakan
gangguan kronik otak yang menunjukkan gejala – gejala berupa serangan serangan
yang berulang yang terjadi akibat adanya ketidaknormalan kerja sementara atau
sebagian atau seluruh jaringan otak karena cetusan listrik pada neuron peka
rangsang yang berlebihan, yang dapat menimbulkan kelainan motorik, sensorik,
otonom maupun psikis yang timbul tiba tiba dan sesaat disebabkan lepasnya
muatan listrik abnormal sel – sel otak (Gofir dan Wibowo, 2006 ).
b.Penyebab
Epilepsi
Menurut Harsono ( 2001 ), Penyebab epilepsi ( kejang
) ada 2 golongan yaitu
a.) Epilepsi
Primer ( Idiopatik )
Pada epilepsi primer tidak ditemukan
adanya kelainan anatomik seperti trauma maupun neoplasma yang menimbulkan
kejang. Ada dugaan bahwa adanya kelainan pada gangguan keseimbangan zat kimiawi
dalam sel saraf di area jaringan otak yang abnormal. Kejang terjadi karena
abnormalitas Sistem Saraf Pusat.
b.) Epilepsi
Sekunder (Simptomatik)
Pada epilepsi sekunder penyebabnya sudah
diketahui yaitu adanya kelainan pada jaringan otak. Hal ini mungkin dikarenakan
adanya bawaan sejak lahir atau adanya jaringan parut akibat adanya kerusakan
otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, dewasa. Gangguan ini
bersifat reversibel misalnya trauma, luka kepala, meningitis, tumor dan
lainnya.
Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai
berikut :
a. Adanya
kelainan yang terjadi selama perkembangan janin
b. Adanya
kelainan yang terjadi ketika saat kelahiran
c. Adanya
penyakit keturunan
d. Adanya
cedera kepala yang menyebabkan kerusakan otak
e. Adanya
radang meningitis pada otak
f. Depresi,
kurang tidur, kejiwaan dan stres psikologi
g. Tumor
otak
h. Penyumbatan
pembuluh darah otak
c.)
Klasifikasi
Kejang
Secara garis
besar menurut klasifikasi ILAE tahun 1981, bangkitan epileptik dibagi menjadi :
No
|
Klasifikasi
Kejang Parsial
|
||
1
|
Kejang parsial
|
Kejang parsial sederhana
|
• Kejang parsial sederhana dengan
gejala motorik • Kejang parsial sederhana dengan gejala somatosensorik atau sensorik khusus • Kejang parsial sederhana dengan gejala psikis |
|
|
Kejang
parsial kompleks |
• Kejang parsial kompleks dengan onset
parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran • Kejang parsial kompleks dengan gangguan kesadaran saat onset |
|
|
Kejang
parsial yang menjadi kejang generalisata sekunder |
• Kejang parsial sederhana menjadi
kejang umum • Kejang parsial kompleks menjadi kejang umum • Kejang parsial sederhana menjadi kejang parsial kompleks dan kemudian menjadi kejang umum |
|
Kejang
umum |
|
• Kejang absans
• Absans atipikal • Kejang mioklonik • Kejang klonik • Kejang tonik-klonik • Kejang atonik |
D.
Terapi Epilepsi
a.) Terapi Non-
Farmakologi
Untuk
Terapi Non Farmakologi dapat dilakukan dengan :
-
Pembedahan
-
Diet
-
Olahraga teratur
-
Istiraha yang cukup
b.) Terapi Farmakologi
Obat – obat farmakologi
dapat dibagi menjadi dua kategori berdasarkan efeknya, yaitu :
a. Efek
Langsung Pada membraan Eksitabel
Perubahan
pada permeabilitas membran merubah fase recovery serta mencegah aliran
frekuensi tinggi dan neuron – neuron pada keadaan lepas muatan listrik
epilepsi. Efek ini karena adana perubahan mekanisme pengaturan aliran ion N+
dan Ion Ca2+ .
Channel
Na secara dinamis berada dalam 3 keadaan :
a.
Keadaan Istirahat
b.
Keadaan Aktif
c.
Keadaan Inaktif
b. Efek
melalui perubahan neurotransmitter
Mekanisme
obat jenis ini dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
a.
Blokade aksi Glutamat
Contoh
obatnya adalah felbamat dan topiramat
b.
Mendorong aksi Inhibisi GABA pada
membran post sinaptik
Contoh
obatnya adalah
-
Agonis Reseptor GABA ( Benzodiazepi dan barbiturat
)
-
Inhibitor GABA transaminase ( Vigabatrin)
-
Inhibitor GABA Transporter (Tiagabin)
-
Meningkatkan konsentrasi GABA
(Gabapentin)
PERTANYAAN
1.
Mengapa kejang pada balita bisa terjadi
? kapan digolongkan epilepsi pada balita? Dan bagaimanakah terapi yang
digunakan pada balita yang mengalami epilepsi ?
2.
Bagaimanakah mekanisme kerja Obat
golongan Inhibitor GABA transaminase sebagai Anti Konvusan ?
3.
Bagaimanakah Efek samping dari obat anti
konvulsan baik itu digunakan dalam jumlah besar atau digunakan dalam jangka
panjang ?
DAFTAR
PUSTAKA
Aryasa,T dan A. A. P.
S. Khrisna. 2016. Obat Antikonvulsan
Sebagai Analgesik.
Denpasar
: Fakultas Kedoteran Universitas Udayana.
Gofir, A dan Wibowo, S.
2006. Obat Anti Epilepsi. Yogyakarta
: Pustaka Cendekia Press.
Harsono. 2001. Epilepsi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Artikel ini sangat bermanfaat,saya akan mencoba menjawab pertanyaan nomor 1
BalasHapusEpilepsi adalah kejang berulang 2 kali atau lebih tanpa penyebab. Sebelum kejang anak masih beraktifitas seperti biasa, setelah kejang anak juga kembali beraktifitas seperti biasa. Kejang pada epilepsi tidak harus kejang kelojotan dan mengeluarkan busa, serangan kejang dapat berupa kaku di seluruh tubuh, kejang kaku/kelojotan sebagian lengan atau tungkai bawah, kedutan di sebelah mata dan sebagian wajah, hilangnya kesadaran sesaaat (anak tampak bengong/seperti melamun), tangan atau kaki tiba-tiba tersentak atau anak tiba-tiba jatuh seperti kehilangan tenaga. Gejala klinis kejang sangat tergantung dari area otak yang menjadi fokus kejang
Jika baru 1 kali mengalami kejang tanpa penyebab belum dapat dikatakan epilepsi. Akan tetapi pemberian obat antiepilepsi akan dipertimbangkan jika risiko berulangnya kejang cukup besar yang dapat dilihat dari pemeriksaan EEG yang tidak normal (banyak fokus kejang) atau anak walaupun baru 1 kali mengalami kejang tapi kejang berlangsung lama (lebih dari 30 menit
Terapi yang digunakan dengan menggunakan obat anti konvulsan
Terima kasih banyak atas jawabannya, sangat bermanfaat sekali jawabannya
HapusBermanfaat sekali artikelnya roza, saya akan mencoba menjawab pertanyaan nomor 3, jawabannya Setiap obat umumnya memiliki efek samping yang berbeda-beda pada setiap individu. Obat antikonvulsan memiliki efek samping yang berbeda tergantung dari golongannya. Contohnya
BalasHapusGolongan hidantoin. Efek samping: gangguan susunan saraf pusat, saluran cerna, gusi, kulit dan lain-lain
Golongan barbiturat. Efek samping: efek sedatif
saya akan menambahkan jawaban dari asima
HapusKarbamazepin. Efek samping: pusing, vertigo, penglihatan kabur dan lain-lain
Golongan benzodiazepin. Efek samping: pusing, mengantuk, dan lain-lain
Saya akan mencoba menjawab pertanyaan nomor 1 yaitu
BalasHapusHal ini di karenakan adanya Gangguan pada otak, seperti
Epilepsi, Tumor otak, Stroke, Meningitis (infeksi selaput otak), Ensefalitis (infeksi otak),Cedera otak pada bayi sewaktu melewati jalan lahir, Cedera kepala yang menyebabkan perdarahan di otak ,Lumpuh otak atau cerebral palsy.semoga bermanfaat
terima kasih atas jawabannya , saya tambahkan selain itu juga dapt terjadi karena suhu tubuh pada bayi yang terlalu tinggi, kalau kejangnya terjadi secara berulang maka disebut epilepsi
HapusBaiklah saya akan mencoba menjawab pertanyaan dari nomor 2, contoh obat golongan tersebut seperti vigabatrin, dimana memiliki mekanisme kerja dapat meningkatkan GABA pada sinap dan memacu efek penghambatan dari inhibitor GABA, sehingga dapat menurunkan kejang, saya rasa itu semoga bermanfaat.
BalasHapusSaya akan mncoba mnjawab pertanyaan no 1
BalasHapusJawab :
1. Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzimsiklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengandemikian mengurangi pembentukan mediator nyeri.
Sy akan menjawab pertanyaan no 1. Golongan hidantoin. Efek samping: gangguan susunan saraf pusat, saluran cerna, gusi, kulit dan lain-lain
BalasHapusGolongan barbiturat. Efek samping: efek sedatif
Golongan oksazolidindion (Trimetadion). Efek samping: gangguan pada kulit, fungsi ginjal dan hati
Golongan suksinimid. Efek samping: mual, sakit kepala, ngantuk dan ruampada kulit.
Karbamazepin. Efek samping: pusing, vertigo, penglihatan kabur dan lain-lain
Golongan benzodiazepin. Efek samping: pusing, mengantuk, dan lain-lain
Golongan asam valproat. Efek samping: mual, muntah, anoreksia, peningkatan berat badan, pusing, gangguan keseimbangan dan kebotakan.
Golongan Gabapentin (Pregabalin). Efek samping: efek sedasi.
saya nurul. Hai roza, nurul mencoba menjawab no. 1 bahwa, kejang pada balita terjadi berpengaruh pada suhu tubuh, balita dapat mengalami peningkatan suhu tubuh yang tinggi sampai 40C. Hal tersebut yang memicu kejang karena oksigen tidak sampai ke otak. sehingga timbullah kejang.
BalasHapusterima kasih nurul, iya pada dasarnya diawali dengan panas tubuh manusia akan tetapi kejang yang terjadi belum tentu tergolonkan sebagai epilepsi
Hapusiya. Hal tersebut, epilepsi bagian dari kejang dan kejang belum tentu bagian epilepsi
BalasHapusbaiklah roza saya akan mencoba menjawab permasalahan no 3 yaitu
BalasHapusGolongan hidantoin. Efek samping: gangguan susunan saraf pusat, saluran cerna, gusi, kulit dan lain-lain
Golongan barbiturat. Efek samping: efek sedatif
Golongan oksazolidindion (Trimetadion). Efek samping: gangguan pada kulit, fungsi ginjal dan hati
Golongan suksinimid. Efek samping: mual, sakit kepala, ngantuk dan ruampada kulit.
Karbamazepin. Efek samping: pusing, vertigo, penglihatan kabur dan lain-lain
Golongan benzodiazepin. Efek samping: pusing, mengantuk, dan lain-lain
Golongan asam valproat. Efek samping: mual, muntah, anoreksia, peningkatan berat badan, pusing, gangguan keseimbangan dan kebotakan.
Golongan Gabapentin (Pregabalin). Efek samping: efek sedasi.